Skip to content

Dari Service Center ke Revenue Center

Dari Service Center ke Revenue Center , Service center tidak hanya berfungsi sebagai tempat untuk menjawab komplain dan pertanyaan pelanggan. Ini bisa dioptimalkan untuk optimasi penjualan produk dan layanan tambahan. Salah satunya seperti dilakukan service center di perbankan.

Mengkonversi layanan menjadi penjualan dalam industri jasa keuangan merupakan tantangan yang unik. Sebab, produk-produk keuangan cenderung bersifat abstrak dan kompleks. Namun, dengan strategi yang tepat, hal ini dapat dicapai dengan efektif.

Pentingnya layanan untuk mendorong penjualan di industri jasa keuangan terpotret dari riset yakni Survei Phoenix Synergistics yang dipublikasikan oleh The Financial Brand pada Februari 2022. Penelitian yang melibatkan 2.000 nasabah bank di Amerika Serikat (AS) menyebutkan, enam faktor utama yang mendorong loyalitas nasabah adalah dari kualitas layanan yang diberikan. Semakin tinggi loyalitas yang dimiliki berarti produk-produk jasa keuangannya semakin banyak dibeli.

Adapun faktor pertama yang sangat menentukan loyalitas yakni kepercayaan terhadap institusi atau perusahaan dengan persentase 42%. Kemudian, diikuti dengan pelayanan prima atau excellent service dan tidak memiliki masalah sebesar 36%. Faktor berikutnya adalah memiliki layanan yang langsung disetorkan ke perusahaan 33%.

Dua layanan terakhir yang sangat memengaruhi loyalitas nasabah adalah adanya lokasi cabang yang nyaman atau mudah diakses dan memiliki layanan mobile banking. Masing-masing dengan persentase 32% dan 31%. (Grafik 1).

Image or Photo Marketeers Max

PT Bank Central Asia (BCA) Tbk menjadi salah satu contoh perusahaan yang sukses mengkonversi layanan menjadi penjualan. Hal ini tercermin dari kontribusi Halo BCA berperan besar dalam pembukaan rekening online. Secara nasional, saat ini pembukaan rekening online mencapai 17.000 rekening per hari dengan 70% pembukaan rekening terjadi di Halo BCA.

Profit juga didapat dari fee based income di mana transaksi digital kanal BCA 99,8% dengan rata-rata transaksi harian sebanyak 72 juta transaksi. Sejak banking from home 2020, sudah semakin banyak layanan disentralisasi di Halo BCA dan akan terus bertambah ke depannya. Sumbangan besar lain Halo BCA bagi perusahaan adalah big data. Semua data pelanggan dari kebutuhan hingga komplain ada di Halo BCA.

Wani Sabu, Executive Vice President Bank BCA menjadi sosok penting di balik kesuksesan Halo BCA mengkonversi layanan menjadi penjualan. Dia sukses melakukan transformasi dengan menjadikan Halo BCA bukan sebatas contact center, tetapi dikembangkan menjadi solution centerrelationship center, dan profit center. Wani berpandangan sebagus apa pun divisi, kalau tidak mampu memberi value atau profit ke perusahaan, nilainya cuma C sehingga layanan harus kualitas layanan harus berbanding lurus dengan penjualan dan profit.

“Halo BCA merupakan customer’s voice. Suara-suara nasabah ini bisa diolah menjadi masukan bagi perusahaan ketika ingin mengembangkan atau menciptakan produk dan layanan yang paling relevan dengan kebutuhan mereka. Kami adalah pengumpul big data,” katanya.

Di mata Wani, kesuksesan pelayanan BCA adalah selalu berorientasi pada pelanggan. Segala sesuatu yang dilakukan perusahaan harus menjawab kebutuhan nasabah yang senantiasa berkembang. “Kami menganut idiom put yourself in the customer’s shoes. Inilah yang menjadi kunci untuk membuat nasabah merasa bahagia ketika menghubungi Halo BCA,” katanya.

Teknologi memainkan peranan penting dalam servis BCA mengingat sehari rata-rata ada 110.000 kontak. Sementara, jumlah tim Halo BCA 4.500 orang CSO (customer service officer) yang bekerja 24 jam saban hari. Jumlah tersebut terdiri dari bagian front office dan back office. Satu hari, satu orang CSO bisa melayani 60 panggilan.

“Mereka sangat produktif dan seluruh proses dipantau dan tercatat rapi dengan teknologi. Ini semua demi nasabah, sesuai misi pertama kami customer focus. Jangan terlalu mikirin biaya, namun fokuslah ke nasabah. Mengingat nasabah yang bahagia dan loyal, duitnya akan berbalik ke kita,” kata peraih penghargaan Top 100 Most Outstanding Women 2023 ini.

Agar bisa customer focus, Wani mewanti-wanti tim agar senantiasa memahami siapa nasabah yang dilayani. Ia menambahkan, 80% nasabah BCA adalah segmen Milenial. Karena itu, BCA terus memperbanyak dan mengembangkan transaksi digital. “Menjawab ini, divisiku juga mengerjakan banking from home. Semua bisa dilakukan di rumah, tinggal kontak Halo BCA,” katanya.

Selain itu, Wani juga memperbaiki proses dengan menghilangkan silo-silo. Saat ini, agen diberi wewenang lebih besar. Misalnya, agen sudah bisa menaikkan limit nasabah karena sistem mencatat profil mereka. “Empowerment pada agen-agen membuat layanan Halo BCA efektif dan cepat. Yang jelas, people service itu harus agile,” katanya.

Hal yang tak jauh berbeda juga terjadi pada bisnis asuransi. Hanya saja, perbedaannya penjualan produk asuransi biasanya dilakukan melalui agen dan perbankan sebagai mitranya. Meski begitu, layanan tetap menjadi mesin utama penjualan.

Bianto Surodjo, Direktur Allianz Life Indonesia menjelaskan, untuk mendorong penjualan dan pengembangan produk, industri asuransi selalu mempertimbangkan kebutuhan dari nasabahnya. Biasanya, perusahaan memisahkan segmen nasabah berdasarkan usia atau generasi seperti Baby Boomers, Gen Y, Milenial, dan Gen Z. Hal ini dilakukan lantaran preferensi kebutuhan asuransi masing-masing generasi berbedabeda.

Agar bisa mengkonversi penjualan, perusahaan asuransi harus bisa memberikan layanan yang seamless, cepat, dan terstandarisasi. Oleh karena itu strategi Allianz untuk melakukan simplifikasi, otomatisasi, dan digitalisasi layanannya sangat cocok untuk kawula muda.

“Untuk melayani nasabah, Allianz memposisikan diri menjadi teman seperjuangan (buddy) yang terus melindungi, dalam perjalanan meraih mimpi,” ujarnya.

Suara-suara nasabah bisa diolah menjadi masukan bagi perusahaan ketika ingin mengembangkan atau menciptakan produk dan layanan yang paling relevan dengan kebutuhan.

Wani SabuExecutive Vice President PT Bank Central Asia (BCA) Tbk

baca juga

    High Tech & Telco

    Penawaran Berbasis Data

    Saat melayani pelanggan, customer service maupun tenaga penjual, sah-sah saja melakukan penawaran baik secara cross selling maupun up selling. Penawaran akan efektif bila dilandaskan pada data.

    Orang sales adalah ujung tombak perusahaan untuk mencari profit. Prinsip di atas tidak sepenuhnya salah karena sesuai dengan posisinya, sales person bertugas untuk berjualan. Tapi dalam prosesnya, terjadinya penjualan tak cuma karena sales person semata. Terkadang penjualan datang dari tempat yang tidak terduga misal, customer service, atau layanan konsumen. Stigmanya, customer service adalah tempat komplainnya konsumen. Ini juga tidak salah, karena salah satu fungsinya adalah membantu konsumen yang menghadapi masalah seputar produk dan layanan perusahaan.

    Tapi, di setiap masalah yang terselesaikan, terdapat peluang untuk menghasilkan profit. Konsumen menyukai merek yang mau membantunya untuk menyelesaikan masalah yang dihadapinya. Selain terlihat bertanggung jawab, konsumen juga melihat merek lebih memanusiakan mereka, dan tidak melihat konsumen sebagai “pabrik uang” saja.

    Nyatanya, pelayanan konsumen menjadi penting ketika berbicara tentang profit jangka panjang. Profit jangka panjang artinya konsumen menyukai merek, baik produk dan layanannya, sehingga terus kembali lagi kepada merek tersebut. Untuk mencapai tingkat loyalitas tersebut, rupanya layanan konsumen yang mumpuni juga harus disiapkan. (Grafik 1).

    Image or Photo Marketeers Max

    Survei dari Zendesk pada tahun 2021 mengungkapkan bahwa 97% konsumen yang disurvei mengatakan bahwa pelayanan yang buruk akan mengubah kebiasaan belanja mereka. Mulai dari rutinitas belanjanya, bahkan beralih ke merek lain. Tapi, 87% konsumen juga mengaku kebiasaan belanjanya berubah seperti mulai lebih sering melakukan pembelian, ketika layanan konsumen yang dimiliki merek dinilai baik.

    Dampak dari layanan konsumen memiliki jangka waktu yang panjang. Survei yang sama menyebut 46% konsumen, selama dua tahun, akan mengubah pola belanjanya, ketika layanan konsumen yang dimiliki merek dinilai kurang baik. Perubahan pola belanja konsumen selama dua tahun jelas akan mempengaruhi pemasukan perusahaan.

    Seberapa cepat respon dari layanan konsumen juga menjadi penentu pembelian. Tercatat, 89% konsumen yang disurvei mengaku bahwa mereka akan bertanya seputar produk melalui layanan konsumen, baik di website, media sosial, dan lain-lain. Dan, seberapa cepat layanan konsumen membalas rupanya menjadi penentu apakah mereka akan berbelanja di merek tersebut.

    Pre-sales atau after sales, layanan konsumen punya peran penting di sini. Pada tahap pre-sales, layanan konsumen berperan membangun awal customer journey yang mulus bagi konsumen. Di tahap after sales, layanan konsumen menjadi perawat hubungan antara merek dan konsumen.

    Untuk menciptakan layanan konsumen yang apik, merek harus up to date dengan konsumennya. Tentu memantau konsumen secara pribadi satu per satu tidak memungkinkan karena tidak efisien. Karenanya, pengolahan data para pelanggan menjadi kunci pengelolaan layanan konsumen yang lebih baik.

    Di industri teknologi dan telekomunikasi, pengelolaan berbasis data menjadi hal yang lumrah. Salah satunya seperti yang dilakukan OPPO Indonesia. Berkaca pada pengalaman pengguna saat melakukan perbaikan perangkat, OPPO mencoba mengatasinya dengan menerapkan kebijakan one hour flash fix. Aryo Meidianto, PR Manager OPPO Indonesia mengatakan bahwa seringkali yang dikeluhkan pelanggan adalah waktu perbaikan yang tidak tentu.

    Kebijakan tersebut mengubah pengalaman konsumen ketika melakukan perbaikan. Dalam satu jam, perbaikan mulai dari ringan hingga berat seperti penggantian motherboard bisa dilakukan. Kemudian, apabila perbaikan akan memakan waktu lebih dari itu, OPPO Service Center akan memastikan konsumen mendapat jawaban kapan perangkatnya selesai diperbaiki dalam waktu satu jam.

    Melalui pengolahan data konsumen, OPPO Indonesia terus mengembangkan layanan konsumen miliknya. Seperti integrasi OPPO Service Center dengan Experience Store. Integrasi ini memungkinkan pelanggan untuk menjajal perangkat baru, nongkrong di kafe, sembari menunggu perangkatnya selesai diperbaiki.

    Kemudian, data konsumen yang dimiliki juga berguna untuk OPPO memberikan informasi bagi konsumennya, seperti kapan OPPO Service Day akan dilangsungkan. OPPO Service Day adalah acara tahunan merek yang memberikan konsumen diskon untuk perbaikan suku cadang perangkat, hingga diskon perangkat IoT tertentu.

    Begitu juga yang dilakukan oleh Telkomsel. Telkomsel menggunakan teknologi terkini dan kapabilitas analisis data untuk mengoptimalkan kinerja GraPARI, layanan konsumen milik perusahaan pelat merah ini. Dengan memanfaatkan machine learning, Telkomsel dapat mengidentifikasi titik lokasi dan layanan yang strategis untuk mengoptimalkan kinerja GraPARI.

    “Salah satu aplikasi dari analisis data ini adalah dalam kapabilitas kami untuk merekomendasikan produk atau layanan yang sesuai dengan profil dan kebiasaan pelanggan,” kata Robby A. Cahyady, VP Customer Care Management Telkomsel.

    Melalui analisis data pelanggan yang dilakukan secara agregat, Telkomsel pun dapat mengidentifikasi pola dan tren yang berkaitan dengan keputusan pembelian pelanggan setelah menggunakan layanan di GraPARI. Telkomsel juga menerapkan strategi ‘Next Best Offer’ yang bertujuan untuk menawarkan penawaran terbaik berikutnya kepada pelanggan berdasarkan analisis data mereka.

    Menajamkan strategi penjualan tentunya bukan strategi yang keliru. Tapi memperhatikan kualitas layanan konsumen, juga tak kalah penting. Sudahkah merek Anda menggunakan strategi ini?

    Data pelanggan itu kami olah sebagai bahan menentukan strategi promo seperti diskon dan pemberian benefit lain untuk konsumen dari service center.

    Aryo Meidianto – PR Manager OPPO Indonesia

    Jadi Konsultan Pelanggan Ritel

    Pelayanan di toko sangat menentukan closing sebuah penawaran. Karenanya, para pengelola ritel tidak sekadar menjual, tetapi berperan sebagai konsultan bagi pelanggannya.

    Memahami kebutuhan terdalam pelanggan telah menjadi prinsip tak tergoyahkan dalam dunia bisnis, terutama dalam industri ritel. Oleh karena itu, para pengelola ritel harus memiliki kecakapan dalam membaca anxiety dan desire pelanggan. Hanya dengan ini, sebuah servis memiliki potensi besar untuk dikonversi menjadi penjualan. Alasannya, apa yang ditawarkan oleh ritel menjawab apa yang selama ini dicari pelanggan.

    Namun, perlu diingat bahwa penjualan bukanlah hanya tanggung jawab dari tim sales, tetapi merupakan tanggung jawab bersama setiap individu dalam perusahaan, mulai dari kasir hingga manajer toko. Setiap orang memiliki peran penting dalam melayani pelanggan dengan baik, sebab, setiap interaksi, senyuman, dan solusi yang diberikan kepada pelanggan dapat mempengaruhi kemungkinan konversi menjadi penjualan yang sukses. (Grafik 1).

    Image or Photo Marketeers Max

    Pentingnya pelayanan yang baik dalam konversi penjualan didukung oleh Laporan Rightnow Customer Experience Impact Report pada tahun 2020. Menurut laporan tersebut, sebanyak 89% konsumen pernah mengakhiri hubungan mereka dengan perusahaan setelah mengalami pelayanan pelanggan yang buruk. Ini menunjukkan bahwa pelayanan pelanggan yang baik sangat penting untuk mempertahankan basis pelanggan yang kuat dan meningkatkan penjualan.

    Erafone, merek ritel di bawah Erajaya Digital, telah berusaha membangun pengalaman pelanggan yang positif. Merek ini memastikan bahwa stafnya memiliki pengetahuan yang memadai tentang produk atau layanan yang ditawarkan. Selain itu, Erafone juga mengadopsi program loyalitas pelanggan, MyEraspace.

    “Program ini memberikan pelanggan kesempatan untuk mendapatkan promo menarik dan informasi terbaru tentang produk dan layanan kami. Hal ini tidak hanya meningkatkan loyalitas pelanggan, tetapi juga mendorong penjualan melalui insentif yang diberikan,” jelas Joy Wahjudi, CEO Erajaya Digital.

    Dalam menjaga kualitas layanannya, Erafone memastikan bahwa konversi layanan menjadi penjualan tidak mengorbankan kepuasan pelanggan. Dengan fokus pada pelayanan yang istimewa, Erafone menawarkan beragam layanan komplementer dan jaminan purna jual untuk memastikan pengalaman berbelanja yang positif.

    “Dengan analisis data pelanggan, kami merancang strategi penjualan yang sesuai dengan kebutuhan dan preferensi pelanggan. Ini tidak hanya memastikan pertumbuhan penjualan yang berkelanjutan, tetapi juga memperkuat hubungan dengan mereka,” tambah Joy.

    Sebagai bagian dari Erajaya Group, Erafone menjalankan strategi yang terintegrasi dengan prinsip-prinsip corporate core values, memastikan bahwa semua karyawan memiliki pemahaman yang kuat tentang bagaimana mengubah layanan menjadi peluang penjualan. Dengan demikian, Erafone terus memperkuat posisinya sebagai salah satu pemimpin di industri ritel perangkat telekomunikasi dan aksesori di Indonesia.

    Tidak Latah Ikuti Tren

    Tidak hanya Erafone, Uniqlo Indonesia sebagai salah satu merek ritel turut berhasil mengubah layanan dan pengalaman pelanggan menjadi penjualan yang signifikan. Prinsip utama yang dipegang teguh oleh Uniqlo Indonesia adalah bahwa semua produknya bermula dari pemahaman akan kebutuhan pelanggan, bukan tren ataupun keinginan mereka. Misalnya, produk Airism yang diciptakan sebagai respons terhadap kebutuhan akan pakaian yang nyaman dan tidak membuat gerah selama musim panas.

    Selain fokus pada inovasi produk, Uniqlo Indonesia juga memperhatikan pengalaman pelanggan secara keseluruhan. Mereka meluncurkan aplikasi sebagai upaya untuk memperluas akses pelanggan dan memberikan kemudahan berbelanja. “Dengan aplikasi ini, pelanggan dapat berbelanja secara langsung tanpa harus datang ke toko fisik, sehingga meningkatkan kenyamanan dan fleksibilitas dalam berbelanja,” ujar Yulia Rachmawati, Corporate PR & Sustainability Uniqlo Indonesia.

    Uniqlo Indonesia juga memberikan perhatian yang besar pada pelatihan dan pendidikan staf mereka. Mereka memastikan bahwa setiap staf memiliki pengetahuan yang cukup untuk memberikan konsultasi kepada pelanggan dan memberikan layanan yang ramah dan informatif. Hal ini menunjukkan komitmen Uniqlo Indonesia untuk memberikan pengalaman pelanggan yang optimal.

    “Kami juga menggunakan data pelanggan secara aktif untuk meningkatkan layanan dan produk mereka. Melalui pengumpulan “voice of customer” dari berbagai toko, kami dapat memahami preferensi dan kebutuhan pelanggan secara lebih mendalam. Data ini kemudian digunakan untuk menginformasikan pengembangan produk baru dan peningkatan layanan yang lebih baik,” jelas Yulia.

    Secara keseluruhan, Uniqlo telah berhasil mengubah layanan dan pengalaman pelanggan menjadi faktor yang mempengaruhi penjualan mereka dengan fokus pada inovasi produk, pelayanan pelanggan yang baik, dan penggunaan data pelanggan yang efektif.

    Dengan analisis data pelanggan, kami merancang strategi penjualan yang sesuai dengan kebutuhan dan preferensi pelanggan.

    Joy WahjudiCEO Erajaya Digital

    Leave a Reply

    Your email address will not be published. Required fields are marked *