Ibarat Mesin Waktu
Transportasi umum adalah bagian dari sejarah hidup masyarakat. Moda transportasi bisa disulap menjadi semacam mesin waktu untuk membawa orang pada nostalgia akan masa lampau.
Konsep nostalgia pada transportasi tak sekadar mobil dan motor klasik. Moda transportasi juga punya sejarah tak terpisahkan dari hidup masyarakat. Banyak kisah kenangan yang melekat dalam moda transportasi ini dan memiliki relasi emosional dengan penggunanya.
Elemen nostalgia dalam transportasi umum inilah yang menjadi daya tarik tersendiri bagi masyarakat saat ini. Banyak pemain di industri ini melakukan retro branding untuk memberikan pengalaman baru dengan menyuguhkan unsur masa lalu bagi penggunanya.
Para operator transportasi kini semakin menyadari daya tarik yang dimiliki oleh desain dan elemen visual yang mengingatkan penumpang pada kenangan masa kecil atau momen berharga di masa lalu. Hal ini menjadi semacam pelarian dari dunia yang terus berubah, memberikan penumpang suatu kesempatan untuk merenung dan mengenang.
Nuansa klasik dan logo era lama juga menjadi bagian penting dari retro branding. Operator transportasi menggunakan logo atau corak yang mencerminkan desain lama untuk memberikan sentuhan klasik pada kendaraan mereka. Ini bukan sekadar penampilan. Namun, ini merupakan suatu bentuk seni yang mengajak penumpang untuk mengalami perjalanan melintasi waktu.
Dan siapa sangka, rupanya nostalgia tak hanya untuk mereka yang mengalaminya. Pengalaman bak kembali ke masa lalu ini juga diinginkan oleh Gen Z dan Millenial. (Grafik 1).

Dalam sebuah studi yang dilakukan oleh GWI, 56% dari Gen Z merasa ingin kembali ke tahun 2000-an. Lalu, 42% merasa ingin kembali ke era 2010. Ada pula 37% yang ingin merasakan nostalgia ke tahun 1990-an, 21% ke tahun 1980-an, dan 12% ke tahun 1970-an, meski Gen Z yang disurvei lahir pada periode 1997- 2006.
Selain itu, nostalgia bukan hanya menjadi “pemanis” bagi para merek. Era kini, bernostalgia menjadi sesuatu yang dituntut merek dari konsumen. Data dari Talkwalker pada tahun 2022 menunjukkan bahwa nostalgia menjadi elemen yang perlu dilekatkan oleh merek, baik melalui produk, layanan, maupun dalam promosinya. (Grafik 2).

Sebanyak 14% konsumen dari 100 merek yang disurvei mengatakan bahwa nostalgia menjadi hal yang ingin diperoleh ketika berinteraksi dengan merek. Hal ini bahkan melampaui produk yang inovatif (8%) dan pengalaman pelanggan yang lebih baik (8%). Inilah mengapa merek, termasuk transportasi umum, perlu melekatkan elemen nostalgia.
Retro branding dalam transportasi umum bukanlah tentang mundur ke masa lalu tanpa inovasi. Sebaliknya, ini adalah tentang merayakan masa lalu sambil menciptakan inovasi baru dalam pengalaman pengguna. Dengan teknologi seperti aplikasi pintar, pengalaman pengguna dapat ditingkatkan, menciptakan keseimbangan yang sempurna antara nostalgia dan modernitas.
Di Indonesia, operator transportasi yang menggunakan retro branding telah banyak bermunculan. Mulai dari moda transportasi yang mampu mengangkut puluhan hingga ratusan. Penggunaan retro branding dalam transportasi mendefinisikan kembali bahwa transportasi tak sekadar menjadi penghubung antardestinasi, namun juga menjadi destinasi itu sendiri.
Contohnya seperti yang dilakukan Pemerintah Kota Bandung dengan bus Bandros. Bandros merupakan akronim dari Bandung Tour on Bus. Bus single decker bergaya trem tahun 1950-an ini menjadi favorit warga dan wisatawan yang berkunjung ke Bandung. Bukan karena kecepatannya mengantar penumpang, namun karena livery lawas yang dibawa, Bandros memberikan pengalaman baru dan nostalgia di saat yang bersamaan.
Begitu pula yang dilakukan oleh PT Kereta Api Indonesia (KAI). Operator kereta nasional ini memiliki kereta wisata yang dikemas dalam livery vintage. Gaya vintage kereta wisata pernah digunakan perseroan pada tahun 1953 hingga 1991.
Kereta Wisata Retro milik KAI menghadirkan nuansa klasik, dengan furnitur yang serba retro di dalam gerbong. Mulai dari jenis tempat duduk, desain interior ruangan, hingga karpet, kereta ini memanjakan penumpang dengan membawanya ke masa lalu. Meski begitu, KAI Wisata Retro kini telah berhenti beroperasi.
Tak cuma sebagai destinasi wisata, penggunaan retro branding mampu memberi citra positif untuk merek, dan juga meningkatkan minat masyarakat untuk menggunakan transportasi umum. Hal tersebut yang dilakukan oleh PT Tangerang Nusantara Global (TNG). Badan Usaha Milik Daerah Pemerintah Kota Tangerang ini merilis angkot dan bus dengan konsep retro. Dua layanan tersebut dinamai Bus Tayo dan Angkot Si Benteng.
Bus Tayo merupakan bus retro ala 1990 yang dibuat dengan menggunakan merek Hino FB 130. Sementara Si Benteng merupakan angkutan kota bergaya retro dengan basis Suzuki Carry baru. Meski retro, keduanya terintegrasi dalam satu sistem dan menjadi satusatunya transportasi umum yang dikelola pemerintah di Provinsi Banten. Selain itu, keduanya dilengkapi fasilitas modern mulai dari CCTV, pendingin ruangan, dan metode pembayaran digital.
“Dengan retro branding, angkutan umum tidak hanya menjadi sarana pergerakan, tetapi juga menciptakan identitas dan minat yang positif di kalangan masyarakat Kota Tangerang,” kata Edi Candra, Direktur PT TNG.
Dengan menghadirkan nuansa retro, PT TNG berusaha untuk meningkatkan minat dan keterlibatan masyarakat terhadap angkutan umum. Hal ini dapat menciptakan hubungan positif antara masyarakat dan layanan transportasi umum yang mereka gunakan.
Lanjut Edi, strategi retro menciptakan atmosfer nostalgia, membangkitkan kenangan masa lalu yang mungkin dipersepsikan oleh masyarakat sebagai periode yang lebih sederhana atau menyenangkan. Alhasil, retro branding pada Bus Tayo dan Angkot Si Benteng menciptakan sentimen positif yang terkait dengan produk atau layanan.
“Dalam konteks yang penuh dengan tren modern dan inovasi, strategi retro dapat memberikan diferensiasi yang kuat. Dengan mengusung gaya dan estetika masa lalu, perusahaan atau produk tersebut dapat menonjol di tengah persaingan yang mungkin lebih fokus pada aspekaspek modern,” ucapnya.
Ia menambahkan, gaya retro sering kali dikaitkan dengan nilai-nilai tradisional dan keberlanjutan. Dalam konteks transportasi umum, Edi menilai retro branding dapat menciptakan kesan bahwa angkutan retro tidak hanya merupakan sarana pergerakan, tetapi juga mewakili nilainilai yang relevan dengan keberlanjutan dan tradisi.
“Saya rasa dengan retro branding pada si Benteng dan Tayo, cukup besar dampaknya. Saat ini masyarakat, khususnya pengguna transportasi umum, jika cari angkutan umum pasti carinya si Benteng, karena nama dan bentuknya sudah melekat di masyarakat,” utas Edi.
Autentik dan Tak Lekang oleh Waktu
Berbicara retro branding dalam industri transportasi, tak lengkap tanpa membahas Garuda Indonesia. Maskapai nasional ini memiliki sejarah panjang dalam industri penerbangan tanah air. Seperti PT TNG, merek juga meyakini retro branding mampu membangun identitas yang kuat bagi merek.
Garuda Indonesia memiliki moda pesawat bergaya vintage yang bertajuk Garuda Vintage Flight Experience. Pesawat dengan gaya vintage tersebut melayani rute penerbangan Jakarta-Surabaya, JakartaSingapura, Jakarta-Balikpapan, dan Jakarta-Yogyakarta. Melalui layanan penerbangan tersebut, pengguna jasa dapat merasakan pengalaman penerbangan yang berbeda melalui kehadiran atribut seperti seragam pramugari tempo dulu dan brand livery yang mengadaptasi tema “Garuda Indonesia Classic Brand”.
Desain pesawatnya menggunakan desain klasik, dengan garis merah dan oranye yang menjulang dari moncong hingga ekor pesawat. Di atas garis tersebut terpampang tulisan “Indonesian Airways” pada bagian badan pesawat, dan tulisan “Garuda” pada bagian ekor. Penumpang juga disuguhi kudapan bernuansa tempo dulu yakni Roti Bluder, kudapan khas Madiun yang merupakan peninggalan Belanda.
Sayangnya, armada bergaya vintage tak lagi beroperasi sejak empat tahun lalu. Meski begitu, layanannya yang timeless masih menjadi senjata andalan merek di industri.
Perseroan yang berusia 74 tahun ini masih menjadi top of mind ketika berbicara tentang maskapai “bintang 5.” Tentunya, melalui peningkatan layanan dan standar penerbangan yang tak lekang oleh waktu, meski berusia tujuh dekade lebih, layanannya tetap diakui.
“Kami memastikan bahwa seluruh pengguna jasa kami mendapatkan pengalaman perjalanan yang seamless yang kami hadirkan melalui layanan prima di seluruh touch points operasional Garuda Indonesia, mulai dari memastikan kualitas service yang dihadirkan hingga menjaga ketepatan waktu yang kami yakini merupakan aspek penting dalam menjaga kualitas layanan penerbangan,” ujar Direktur Utama PT Garuda Indonesia (Persero) Irfan Setiaputra.
Melalui berbagai upaya dalam menjaga komitmen kualitas layanan tersebut, sebelumnya Garuda Indonesia berhasil meraih penghargaan “World Best Airline Cabin Crew” dari SkyTrax, sebuah Lembaga pemeringkatan dari Inggris, serta menjadi maskapai paling tepat waktu sepanjang tahun 2022 versi OAG Flightview.
Retro branding pada transportasi umum bukan sekadar tren atau strategi pemasaran. Menghidupkan kembali kenangan dan emosi, retro branding mampu menjadi katalis merek dalam membangun identitas karena keunikannya. Transportasi sebagai abdi publik juga harus menjaga kualitas layanannya agar tetap timeless.
Dengan retro branding, angkutan umum tidak hanya menjadi sarana transportasi, tetapi juga menciptakan identitas.
Edi Candra – Direktur PT TNG