Makin Klasik, Makin Asik
Mobil kuno dewasa ini sudah tidak dianggap sebagai kendaraan orang tua. Milenial dan Gen Z mulai mengagumi kendaraan yang berusia lebih tua dari mereka, tidak sekadar hobi tapi juga investasi. Bahkan, banyak produk baru hadir dengan gaya retro.
Bagi kalangan penggemar otomotif, memiliki mobil tua sama halnya memiliki bongkahan emas atau berlian. Sebab, nilainya cenderung meroket saban tahun dan tak terpengaruh sentimen negatif pasar. Semakin tua dan langka mobilnya, dapat dipastikan harganya semakin tak terjangkau.
Sedangkan di kalangan orang awam, biasanya cenderung tidak bisa membedakan antara mobil vintage, klasik, dan retro. Asalkan berusia lebih dari 20 tahun, sebagian besar orang yang tidak paham menyebutnya sebagai mobil retro. Padahal, di dunia otomotif mobil yang masuk kategori vintage merupakan kendaraan yang diproduksi pada tahun 1919 hingga 1930.
Sementara itu, mobil klasik merupakan kendaraan yang diproduksi tahun 1939 hingga tahun 1970. Dan, mobil retro diproduksi tahun 1971 hingga 1990. Di Indonesia, mobil klasik dari Eropa dan Amerika Serikat (AS) merupakan jenis yang paling banyak diincar oleh kolektor.
Biasanya, mobil ini dibuat pada kurun waktu sekitar 1940 hingga 1970-an. Selain desainnya yang unik, nilai sejarah mobil menjadi tolak ukur tingginya harga jual. Berdasarkan situs jual-beli kendaraan baru dan bekas Carmudi Indonesia, beberapa mobil klasik yang memiliki harga sangat tinggi di antaranya Chevrolet Bel Air tahun 1949 hingga 1957 yang dijual di kisaran angka Rp 600 juta hingga Rp 1 miliar.
Ada pula mobil yang digunakan oleh Rowan Atkinson dalam film komedi Mr.Bean, yaitu Morris Mini/Mini Cooper tahun 1959 hingga 1976 yang dibanderol Rp 250 juta hingga Rp 750 juta. Sedangkan di kategori mobil sport klasik yang paling banyak dicari, yakni Ford Mustang tahun 1965 hingga 1973 dengan harga lebih dari Rp 1 miliar.
Untuk kategori Sport Utility Vehicle (SUV) ditempati oleh Mercedes-Benz G-Class atau Jip Mercy tahun 1979 hingga 1992 yang dibanderol Rp 1,3 miliar hingga Rp 1,5 miliar. Sebagai informasi, ini merupakan perkiraan harga dan harga aslinya bisa saja melebihi perkiraan. (Grafik 1).

Di negara produsennya, AS dan Eropa seluruh mobil tersebut sudah lama tidak diproduksi lagi baik dari unit baru maupun suku cadangnya. Kendati demikian, jumlah permintaan dan peminatnya justru semakin bertambah. Sehingga banyak orang yang justru mendapatkan mobil idamannya tidak melalui toko resmi alias aftermarket.
Bagi pemain aftermarket atau pedagang mobil klasik yang sudah tidak diproduksi, agar bisa menjangkau target pasar strategi utamanya adalah dengan mengenali dan fokus pada sifat pola perilaku para penggunanya. Berdasarkan penelitian New SEMA Research Profiles Vintage Vehicle Owners, sebanyak 28% pengguna mobil klasik memilih kendaraan tersebut karena kesenangan berkendara atau hobi. Kemudian, sebanyak 25% lainnya pengguna tersebut merupakan kolektor mobil.
Dari sisi tingkat investasi untuk mendapatkan mobil klasik atau sekadar pembelian suku cadang, sebanyak 40% pengguna merogoh kocek kurang dari US$ 3.000. Kemudian, sebanyak 35% lainnya mengeluarkan tingkat pengeluaran US$ 3.000 hingga US$ 9.999. Sedangkan 25% membelanjakan US$ 10.000 atau lebih untuk satu unit mobil impian. (Grafik 2).

Dari fakta-fakta tersebut, bisa disebut pasar mobil tua merupakan segmen pasar kelas atas dengan daya beli yang sangat tinggi. Sebagai kendaraan hobi, para pecintanya tidak pernah berpikir panjang untuk menggelontorkan dana tak terbatas. Dengan kata lain, mobil tua saat ini menjadi produk premium yang memang menyasar kelas sosial tertentu.
baca juga
Fenomena ini kemudian dimanfaatkan merek untuk meraih pundi-pundi uang dan mendorong penjualan. Strategi pemasarannya biasanya dilakukan dengan cara community marketing atau membina komunitaskomunitas pecinta mobil tua. Adapun karakteristik dari segmen pasar ini adalah kuatnya brand advocacy dan militansi dalam melakukan pembelian.
Di Indonesia, salah satu merek yang menggunakan produk-produk lamanya untuk meningkatkan penjualan adalah BMW yang merupakan pabrikan mobil asal Jerman. Bahkan, saking kuatnya permintaan mobil tua, BMW membangun bengkel restorasi resmi pabrikan pertama di Asia, yaitu BMW Classic Partner.
Jodie O’tania, Director of Communications BMW Group Indonesia menuturkan, besarnya permintaan mobil klasik terpotret dari jumlah anggota resmi BMW Classic yang mencapai 200 ribu di seluruh Indonesia dari 700 klub. Bahkan, angka tersebut merupakan yang terbanyak di seluruh negara. Sehingga perusahaan berupaya untuk terus membina dan berkolaborasi.
Jodie menyebut, tidak semua merek otomotif bisa mempertahankan loyalitas pelanggan pada produk-produk lama yang sudah tidak diproduksi massal lagi. Dia mengklaim hanya pabrikan otomotif yang memiliki nilai historis panjang dan brand image kuat yang bisa melakukan hal ini.
“Retro marketing tepat digunakan untuk merek dengan nilai historis dan ikonik seperti BMW dan MINI. Strategi ini harus disesuaikan dengan masing-masing segmen pasar dan disesuaikan lagi dengan karakteristik dan kebutuhan pelanggan. Secara general, strategi retro marketing lebih sesuai untuk pangsa pasar berusia matang dan mereka yang lebih condong ke arah pilihan emosional,” katanya.
Dari sisi pemain aftermarket memandang hal yang serupa, yakni faktor emosional menjadi kunci penjualan. Kabar baiknya, dalam lima tahun terakhir terjadi pergeseran usia konsumen yang dulunya didominasi usia matang dan saat ini mulai beralih ke Milenial dan Gen Z. Sehingga terjadi regenerasi demografi pecinta mobil klasik.
Andri Renreng, Chief Operating Officer (COO) Bandar Oto Klasik (Batok) yang merupakan marketplace mobil klasik pertama di Asia Tenggara (ASEAN) menjelaskan, semenjak pandemi COVID-19 terjadi lonjakan permintaan mobil klasik. Terutama terjadi pada kalangan muda yang sudah memiliki daya beli tinggi. Dia berpandangan mobil klasik sudah bukan lagi mobil tua, melainkan mobil mewah sebagai bagian dari gaya hidup.
“Melonjaknya permintaan mobil klasik terjadi pada 2020 karena orang-orang yang banyak uang akhirnya menjadikannya mainan baru. Begitu mereka tahu ini bisa menjadi investasi dalam jangka panjang akhirnya terus membeli dan malah jadi jualan. Lonjakannya bisa lebih dari 50%,” kata Andri.
Dengan tren pergeseran pasar mobil klasik yang begitu cepat, Andri membidik lima segmen pasar yaitu kolektor, anak muda, selebritas, pejabat, dan newbie atau orang-orang yang baru pernah mencoba menggunakan mobil klasik. Uniknya, segmen pasar newbie justru memiliki daya beli yang sangat tinggi atau dengan kata lain unlimited budget.
Biasanya pasar newbie memiliki karakteristik pembelian mobil klasik secara impulsive buying. Sehingga dari kalangan pedagang justru menjadi target konsumen utama dibandingkan segmen lain. Tak jarang pedagang pada akhirnya memberikan harga khusus bagi para newbie.
Bukan tanpa sebab, para pecinta mobil klasik ini rela mengeluarkan duit yang tidak terbatas untuk membeli mobil dengan dalih berinvestasi. Hal ini karena di pasaran, harga mobil klasik tidak memiliki patokan harga khusus. Sehingga pedagang bisa semaunya sendiri untuk menentukan harga jual sebuah mobil bahkan sekadar suku cadang.
“Jadi, tidak ada investasi yang bisa mengalahkan emas dan tanah, kecuali mobil klasik. Misalnya, investasi paling menguntungkan pertama adalah tanah, kedua adalah tanah, maka yang ketiga adalah mobil klasik. Investasi mobil klasik itu stabil, bahkan cenderung naik,” tuturnya.
Retro marketing tepat diadopsi oleh merek yang punya nilai historis dan ikonik
Jodie O’tania – Director of Communications BMW Group Indonesia