Masa Lalu yang Tetap Relevan
Kunci sukses retro branding terletak pada kemampuan merek untuk tidak hanya mempertahankan pelanggan lama melalui elemen nostalgia, tetapi juga menarik perhatian konsumen baru, terutama yang lebih muda.
Nostalgia memainkan peran penting dalam menghadirkan kekuatan emosional. Tidak hanya dalam mengingat kenangan indah, tetapi juga sebagai daya tarik mendalam terhadap barangbarang klasik, termasuk makanan dan minuman. Di tengah kehidupan modern, masyarakat menemukan kenyamanan meresapi pengalaman nostalgia, mengingat kenangan manis masa kecil yang membentuk identitas mereka.
Industri fast moving consumer goods (FMCG) dengan pintar memanfaatkan gelombang nostalgia ini melalui strategi retro branding. Dengan memperkenalkan kembali produk lama, yang digabungkan dengan tren-tren masa kini, mereka berhasil menciptakan produk yang tidak hanya tak terlupakan, tetapi juga tak lekang oleh waktu atau timeless.
Namun demikian, penting untuk diketahui bahwa menggunakan strategi retro branding bukanlah sematamata tentang mempertahankan unsur-unsur lama, tetapi juga menggabungkannya dengan strategi marketing yang selaras dengan tren terkini. Merek FMCG harus mampu menyesuaikan iklan, promosi dan kampanye pemasaran untuk produk tersebut. Tujuannya, agar tetap relevan dalam panggung perubahan, dengan tetap menjaga esensi dan daya tarik nostalgia produk.
Selain memberikan dampak positif pada penjualan produk lama, penerapan strategi retro branding ini bukan hanya sekadar menciptakan ladang positif bagi industri FMCG. Strategi ini juga menjadi alat untuk menarik perhatian konsumen baru.
Mereka yang terpikat oleh daya tarik sentimen masa lalu, dirangkul oleh merek FMCG melalui kekuatan emosional. Pada akhirnya, merek tersebut akan membentuk hubungan yang lebih mendalam antara produk dan konsumen. Hal ini pun akan menciptakan koneksi yang melampaui aspek transaksi komersial, dan menjadi fondasi bagi hubungan yang bersifat jangka panjang.
Efektivitas strategi retro branding untuk industri FMCG semakin terlihat dari riset berjudul Retro Marketing – A Power of Nostalgia Which Works Among The Audience yang dirilis di Communication Today, 2020, Vol. 11, No. 2. Responden dalam riset tersebut yang terdiri dari masyarakat Slovak Republic diminta untuk mengungkapkan pandangan mereka terhadap makanan dan minuman dari masa lalu dibandingkan dengan produk inovatif modern. (Grafik 1).

Yang menarik dari riset ini menunjukkan bahwa 44% dari responden sepakat penuh dengan ide bahwa makanan dan minuman tradisional lebih unggul dan aman. Selain itu, 23% setuju sementara 27% merasa ragu atau tidak tahu. Hanya 5% dari responden yang tidak setuju dengan pernyataan tersebut. Ini mencerminkan bahwa hampir setengah dari responden cenderung menyukai makanan dan minuman yang telah ada sejak lama dibandingkan dengan produk baru yang baru-baru ini muncul.
Contoh nyata dari keberhasilan strategi retro branding datang dari NutriSari, salah satu merek di bawah naungan PT Nutrifood Indonesia. Sebagai merek minuman yang telah mengukir sejarah selama 45 tahun, konsep retro sudah melekat pada NutriSari.
“Pada dasarnya, konsep retro adalah mengangkat kembali elemen-elemen merek dari masa lalu, dan menjadikannya relevan untuk masa kini. Sebagai merek yang tertua, NutriSari memiliki nilai nostalgia di benak konsumen. Salah satunya, terkait dengan NutriSari pitcher atau botol kaca yang sempat menjadi ikon sejak 20 tahun lalu, dan kini dihadirkan kembali pada tahun 2023,“ jelas Stephanie Wonoadi, Brand Manager NutriSari.
Kembalinya botol kaca ikonik ini dilatarbelakangi oleh permintaan konsumen terhadap botol kaca NutriSari yang konsisten setiap tahunnya. Mayoritas konsumen merek ini telah menjadi bagian dari perjalanan merek minuman tersebut selama lebih dari 20 tahun, sehingga strategi ini menjadi cara merek untuk mengingatkan bahwa selama ini, konsumen telah tumbuh bersama NutriSari.
“Tujuan utama retro branding adalah membangkitkan nilai nostalgia di kalangan konsumen, dengan tetap menjaga relevansi NutriSari, baik di masa lalu maupun masa kini. Kebetulan, di November 2023 juga HUT kami yang ke-45. Peluncuran kembali produk NutriSari ini menjadi produk ke-45 yang melengkapi 45 tahun, 45 rasa NutriSari,“ ujarnya.
Meskipun desain yang diluncurkan merek tersebut masih sama persis dengan 20 tahun yang lalu, strategi retro yang dilakukan oleh merek ini tidak hanya untuk mengejar nostalgia konsumen yang sudah lama mengenal merek ini, tetapi juga ingin menarik perhatian konsumen baru dan yang lebih muda. Hal ini dilakukan dengan strategi pemasaran yang tetap menggunakan cara yang relevan dengan audiens saat ini, yakni melalui digital marketing, digital launch di e-commerce, serta komunikasi di media digital yang menargetkan audiens muda.
“Untuk elemen retronya kami jahit dengan kampanye ’45 tahun, 45 rasa’ untuk menceritakan NutriSari yang sudah 45 tahun ini hadir di masyarakat Indonesia dengan 45 rasa,“ lanjut Stephanie.
Dari segi target konsumen, Stephanie mengungkap bahwa strategi ini secara alami cocok untuk segmen konsumen yang telah menjadi pelanggan setia merek tersebut selama lebih dari 10 tahun. Meskipun demikian, kehebohan dan percakapan yang dihasilkan oleh strategi ini tidak menutup kemungkinan akan menciptakan minat pada konsumen baru, terutama yang lebih muda.
Strategi retro branding NutriSari telah memberikan dampak yang signifikan. Melalui penggunaan elemen nostalgia, merek ini tidak hanya berhasil hanya mempertahankan, tetapi juga meningkatkan daya tarik dan relevansinya di pasar. Tanpa melibatkan kolaborasi khusus atau edisi terbatas, NutriSari fokus pada membangun hubungan personal dan autentik dengan konsumennya, menjadikan merek ini sebagai bagian integral dari perjalanan hidup konsumennya.
Rasa Tradisional
Tidak hanya NutriSari, PT Campina Ice Cream Industry Tbk turut menggunakan strategi retro branding. Keputusan merek untuk menerapkan strategi ini tidak terlepas dari sejarah dan filosofi merek ini. Berdiri sejak tahun 1972 di Surabaya, merek ini telah menjadi elemen penting dalam industri es krim Indonesia selama lebih dari lima dekade.
Salah satu produk ikoniknya, Hula Hula, diluncurkan beberapa tahun setelah pendirian merek tersebut. Meskipun telah berusia hampir 50 tahun, kategori Hula Hula tetap eksis di pasar. Dengan fokus pada es krim tradisional Indonesia, merek ini memandang Hula Hula sebagai bagian tak terpisahkan dari identitas merek, yang selaras dengan konsep retro atau timeless.
Sebagai perusahaan es krim lokal terbesar di Indonesia, Campina tetap mempertahankan komitmennya untuk meluncurkan rasa-rasa tradisional. Dalam menghadapi persaingan dengan merek internasional, merek ini tetap setia pada nilai-nilai idealisme pendirinya, yaitu mengangkat dan mempertahankan es krim tradisional Indonesia.
Oleh sebab itu, untuk tetap mempertahankan kategori Hula Hula yang sudah ada selama hampir 50 tahun, merek ini secara konsisten melakukan pembaruan kemasan dengan tetap menggunakan elemenelemen khas Indonesia dan komunikasi yang terus-menerus kepada konsumennya.
“Kami berhasil menjaga daya tarik konsumen dengan memperbarui kemasan secara berkala dan menjalin kerjasama dengan brand ambassador seperti Tiara Andini. Hal ini mencerminkan komitmen Campina untuk tetap relevan di mata konsumen yang lebih muda, meskipun produk yang kami jual sudah ada sejak kami berdiri,“ jelas Adji Andjono, Director di PT Campina Ice Cream Industry Tbk.
Meskipun awalnya ditujukan untuk segmen konsumen yang menginginkan pengalaman menyantap es krim tradisional, Hula Hula ternyata berhasil menarik perhatian khusus dari kalangan muda. Pembaruan dalam komunikasi dan penyesuaian dengan tren pasar, seperti kerjasama dengan key opinion leader (KOL), memberikan dampak positif pada daya tarik Hula Hula di kalangan anak muda.
Hal ini terlihat dari Laporan Tahunan Nielsen 2023 yang menyoroti tren value share yang memukau dari Campina (Hula Hula) selama periode Januari 2021 hingga Desember 2023 untuk kategori es krim tradisional. Dalam laporan ini, terungkap bahwa value share Campina (Hula Hula) terus meningkat secara konsisten dari tahun ke tahun. Awalnya mencatatkan angka 46,1% pada Januari 2021, value share merek tersebut terus melonjak, mencapai lebih dari 50% menjelang akhir tahun 2021. (Grafik 2).

Keberlanjutan kenaikan terlihat jelas dengan lonjakan mencapai lebih dari 75% di awal tahun 2023, dan mencapai puncaknya dengan 82% pada bulan Desember 2023. Fenomena ini tidak hanya mencerminkan pertumbuhan yang luar biasa, tetapi juga menandakan dominasi yang berkelanjutan dari Campina (Hula Hula) dalam pasar es krim yang semakin ketat.
Campina, melalui strategi retro branding, berhasil membawa nuansa nostalgia melalui produk Hula Hula. Dengan menyatukan identitas tradisional dan inovasi, merek ini terus mengukuhkan posisinya di pasar es krim Indonesia. Keberhasilan Hula Hula tidak hanya terletak pada rasa tradisional dan keberadaannya selama lebih dari lima dekade di pasar es krim, tetapi juga pada kemampuan merek untuk terus beradaptasi dengan dinamika pasar dan selera konsumen.
Tujuan kami melakukan retro branding adalah membangkitkan nostalgia di benak konsumen
Stephanie Wonoadi – Brand Manager NutriSari