Skip to content

Retro Branding

Retro Branding , Menjual nostalgia masa lalu menjadi salah satu pendekatan pemasaran yang ampuh di masa kini. Selain mampu membangun ikatan emosional dengan konsumen,  pendekatan retro ini rupanya digemari oleh segmen baru Gen Z.

Belakangan ini, tren retro banyak terlihat di berbagai kesempatan. Banyak merek di era kekinian melakukan pendekatan ini dalam strategi branding maupun marketing mereka. Entah itu dalam bentuk produk, layanan, aktivasi, desain, pengalaman, dan sebagainya.

Beberapa merek misalnya menggelar aktivasi dan mensponsori kegiatan-kegiatan yang mengusung elemen nostalgia, seperti festival generasi 90-an, konser musik dengan lagu-lagu lama, pameran mobil klasik, fesyen tempo dulu, dan sebagainya. Ada pula merek-merek yang kembali menghadirkan produk dengan kemasan lama namun disemati teknologi baru, menggelar kampanye pemasaran bergaya retro, dan masih banyak lagi.

Secara umum, Retro Branding dipahami sebagai aktivitas branding dengan pendekatan retro yang mengusung elemenelemen masa lalu atau nostalgia. Elemen-elemen retro tersebut dihadirkan kembali dalam konteks kekinian. Beberapa merek melakukan strategi ini dengan meluncurkan kembali produk-produk lama di era sekarang dengan beberapa pembaruan. Mereka bisa juga menerapkan strategi ini dalam kampanye pemasaran mereka

Elemen-elemen nostalgia ini dipakai untuk mengasosiasikan produk, layanan, maupun merek dengan kenangan masa lalu untuk membangun ikatan emosional. Pemasar menggunakan simbol-simbol masa lalu untuk mengasosiasikan produk-produk modern dengan kenangan indah konsumen. Simbol ini bisa berupa bentuk, gambar, tanda, ikon, maupun representasi lain yang dapat dikenali dan membawa makna kenangan.

Selain itu, ada merek-merek yang masih mengusung sesuatu dari masa lalu yang masih diproduksi dan dipasarkan sampai hari ini alias timeless. Produk tidak berubah meski era sudah berganti. Biasanya, ini merupakan produk legendaris dan warisan keluarga dan masih dipakai atau dikonsumsi dari generasi ke generasi.

Alasan Retro Diminati

Mengapa strategi retro branding populer di era sekarang? Jawabannya terletak pada psikologi dan perilaku konsumen. Pertama, orang cenderung menyukai kenangan, apalagi kalau kenangan positif di masa lalu. Elemen retro akan membangkitkan ingatan orang akan suatu tempat, barang, momen, pengalaman, atau sensasi baik secara individual mapun kolektif.

Kedua, orang-orang sekarang khususnya Gen Z suka dengan keautentikan. Mereka mencari hal-hal autentik di tengah dunia yang diwarnai oleh hal-hal imitasi atau tiruan. Saat ini teknologi mampu memproduksi gambar, replika, visual, yang tak autentik. Sementara, retro dipersepsikan sebagai sesuatu yang lebih dekat dengan keaslian.

Ketiga, rasa aman dan stabilitas. Konsumen lebih merasa aman mengonsumi produk-produk retro karena dinilai lebih terpercaya karena sudah terbukti aman sejak dulu. Keempat, keinginan terikat dengan kelompok dan budaya tertentu. Misalnya, produk retro itu sudah menjadi warisan keluarga. Banyak orang muda menggunakan produk tersebut karena ingin tetap menjadi bagian dari tradisi keluarganya.

Kelima, memperkuat identitas personal. Karena produk retro dianggap autentik dan terbukti kuat di masa lalu, mereka yang menggunakannya akan merasa diperkuat identitas personalnya. Elemen ini bisa dipakai untuk membangun diferensiasi personal.

Menjawab kebutuhan dan preferensi konsumen tersebut, banyak merek di era sekarang melakukan marketing dengan pendekatan retro tersebut. Cara tersebut diwujudkan dalam berbagai bentuk dan cara, seperti produk, iklan, festival, kemasan, musik, fesyen, merchandise, serial film, dekorasi, perkakas rumah, perangkat elektronik, kendaraan, dan masih banyak lagi.

baca juga

    Nostalgia memang bisa menjadi alat ampuh untuk memasarkan berbagai jenis produk. Menurut penelitan yang dilakukan NPD Group terhadap 1.000 responden di Amerika Serikat, ada beberapa sektor yang mengalami lonjakan pembelian saat menerapkan pendekatan retro. Menurut hasil riset tersebut (Grafik 1), beberapa kategori produk yang mengalami lonjakan pembelian karena memuat elemen nostalgia, antara lain fesyen sebesar 45%, produk rumah sebesar 56%, teknologi sebesar 28%, makanan sebesar 49%, dan hiburan sebesar 54%.

    Image or Photo Marketeers Max

    Riset tersebut juga menunjukkan bahwa secara spesifik, Nintendo menjadi sebuah merek paling populer yang terasosiasi dengan pembelian berbasis nostalgia tersebut. Sementara, responden menyebut beberapa merek favorit, seperti Hasbro, Disney, Coca-Cola, Atar, Sony, dan Levi’s.

    Temuan lebih dalam dari riset tersebut menunjukkan bahwa ada faktor-faktor yang menentukan konsumen membeli sesuatu yang dikemas dengan retro. Pada kasus pembelian produk retro dalam riset tersebut nampak bahwa faktor historis, rasa, kualitas, kemasan, cerita produk, dan harga memengaruhi (Grafik 2).

    Image or Photo Marketeers Max

    Sementara itu, beda generasi beda pula porsi pengaruh faktor tersebut. Misalnya, Gen Z lebih kuat dalam pertimbangan soal kemasan dan product story. Sedangkan Gen X lebih dipengaruhi oleh aspek historis, rasa, dan kemasan. Boomer lebih memilih dengan pertimbangan kualitas dan rasa.

    Kiat Membuat Retro Branding

    Sebelum menerapkan strategi retro branding maupun retro marketing, merek sebaiknya memperhatikan beberapa hal. Caranya secara umum tidak beda jauh ketika merek menyusun strategi pemasaran. Pertama, menentukan segmen atau target dari strategi retro branding ini karena berbeda segmen akan berbeda pula cara pendekatannya.

    Kedua, menentukan elemen nostalgia atau sejarah dari merek. Untuk menggunakan elemen masa lalu dan nostalgia secara efektif, merek perlu mempertimbangkan apakah elemen retro ini akan menambah benefit dan nilai jual atau tidak. Ketiga, menggabungkan konsep lama dengan teknologi baru. Strategi retro akan menjadi lebih menarik dan memberi pengalaman unik ketika bisa memadukan elemen masa lalu dengan fitur teknologi baru. Penggunaan teknologi baru bisa menjadi cara terbaik untuk meluncurkan kembali produk edisi lawas ke pasar.

    Keempat, setelah mengumpulkan semua elemen retro tersebut, merek bisa menggunakan metode storytelling untuk menjangkau konsumen dengan lebih baik. Bercerita merupakan metode komunikasi yang ampuh karena tak hanya memudahkan penghafalan suatu produk, tetapi juga bertujuan untuk menciptakan relasi antargenerasi.

    Tap-in dengan Gen Z

    Menurut banyak penelitian, Gen Z memiliki preferensi terhadap hal-hal yang sifatnya retro atau zaman dulu. Salah satunya karena Gen Z dan retro itu sama-sama terhubung dengan keautentikan atau keaslian. Gen Z itu menyukai hal-hal yang autentik dan yang tidak dibuat-buat.

    Selain itu, mereka juga senang menikmati produkproduk bernuansa nostalgia. Menurut studi dari GWI, 70% Gen Z mengaku mereka suka mendengarkan dan menonton media dari dekade sebelumnya. Alasannya, media tersebut mengingatkan mereka pada masa yang “sederhana.” Pandemi menjadi masa penting bagi Gen Z yang baru saja memasuki masa dewasa, mulai dari kuliah, wisuda, hingga tahun-tahun pertama masuk dunia kerja. Mereka mencari masa lalu yang tampaknya menawarkan kelegaan yang mereka butuhkan dari kehidupan sehari-hari saat ini yang sangat kompleks, penuh kepura-puraan, bising, dan kadang di luar kendali.

    Tren ini menjadi momentum bagi merek untuk membangun relasi yang lebih erat dengan Gen Z yang digadang-gadang menjadi segmen potensial saat ini dan masa mendatang. Mereka mungkin tidak pernah benarbenar hidup di dunia seperti dunia masa lalu yang mereka dambakan. Namun, mereka mendambakan versi autentik dari pengalaman tersebut dan merek bisa menjawab anxiety mereka dengan beragam cara.

    artikel ini menyuguhi Anda beberapa praktik retro branding yang dilakukan oleh beberapa merek di banyak industri, dari otomotif, fesyen, fast-moving consumer goods, hingga perangkat pintar. Dengan kreativitas, mereka mengemas sentuhan nostalgia tersebut dalam bentuk produk, kemasan, iklan, hingga aktivasi.

    Leave a Reply

    Your email address will not be published. Required fields are marked *