Tak Sebatas Nostalgia
Tren retro di industri fesyen mencerminkan perubahan signifikan dalam preferensi konsumen. Hal ini memunculkan banyak kampanye dengan konsep retro branding dengan tujuan menghidupkan kembali warisan masa lalu dan membangun ikatan emosional konsumen masa kini.
Dalam beberapa tahun terakhir, minat yang besar terhadap tren vintage fashion telah melanda dunia fesyen. Pakaian dan aksesori dengan gaya masa lalu, terutama era 80-an dan 90- an, kembali menjadi tren yang mendominasi panggung fesyen. Fenomena ini mencerminkan perubahan signifikan dalam preferensi konsumen, yang kini semakin tertarik pada fesyen yang klasik dan cenderung timeless.
Di tengah gejolak tren yang cepat berubah, konsep fesyen yang timeless menjadi semakin menarik. Konsumen modern tidak hanya mencari pakaian yang terlihat bagus, tetapi juga menginginkan investasi jangka panjang yang akan tetap elegan seiring berjalannya waktu. Dalam hal ini, merek fesyen perlu merefleksikan keindahan yang tak lekang oleh waktu melalui desain-desain yang bersifat klasik.
Untuk menjawab tantangan ini, banyak merek fesyen mulai melirik strategi retro branding. Strategi ini tidak sekadar menghidupkan kembali warisan merek, tetapi juga menciptakan koneksi emosional dengan konsumen. Melalui strategi ini, merek dapat menggali keunikan desain-desain lama yang menjadi ciri khas merek, menghadirkan produk-produk ikonik dalam bentuk yang diperbarui.
Namun, strategi retro branding tidak sebatas desain. Pengalaman konsumen yang mendalam juga menjadi bagian penting dari strategi ini. Merek dapat menggali kembali iklaniklan lama, kemasan produk, dan gaya penjualan dari masa lalu untuk menciptakan rasa nostalgia yang kuat. Agar lebih relevan dengan masa kini, pemanfaatan media sosial dan teknologi digital menjadi kunci dalam menyebarkan pesan ini, menciptakan kampanye online yang menggabungkan elemen retro untuk menciptakan interaksi aktif antara merek dan konsumen.
Dengan strategi retro branding yang terencana dengan baik, merek fesyen tidak hanya tetap relevan dalam dinamika tren, tetapi juga bisa membangun hubungan yang kokoh dengan konsumen, menghadirkan pengalaman tak terlupakan, dan merajut kembali warisan mereka dalam gaya yang sesuai dengan zaman modern.
Faktanya, strategi retro branding ini ternyata sangat ampuh diaplikasikan ke konsumen. Hal ini terlihat dari laporan KPMG pada tahun 2021. Laporan berjudul “Front Row: Melihat Mode Masa Depan – Studi Mode 2030” ini mengungkap bahwa sebanyak 72% responden menganggap harga yang terjangkau sebagai prioritas utama. Di sisi lain, hanya 31% responden yang memperhatikan tren mode saat ini, sementara sisanya mengutamakan produksi yang berkelanjutan. (Grafik 1).

Dalam konteks ini, terdapat keterkaitan dengan masyarakat yang cenderung menyukai barang-barang bernuansa nostalgia yang memiliki sifat “timeless”. Konsumen yang mengedepankan harga cenderung lebih memilih barang-barang yang memiliki nilai jangka panjang dan dapat digunakan secara berulang, tanpa terpengaruh oleh perubahan tren mode setiap musim.
Hal ini juga diperkuat dengan survei dari sumber sama, yang mengungkapkan bahwa terdapat dua jenis perilaku pembelian, atau bahkan kebutuhan, yang mendominasi pengisian lemari pakaian. (Grafik 2).

Jenis pertama dari perilaku pembelian menunjukkan bahwa sebanyak 40% responden lebih memilih untuk memiliki pakaian yang bersifat klasik dan tahan lama, yang tidak mudah ketinggalan zaman. Mereka cenderung tidak terlalu dipengaruhi oleh tren mode saat ini dan memilih untuk menginvestasikan waktu dan uang mereka dalam pakaian yang dapat digunakan dalam jangka waktu yang lama.
Di sisi lain, jenis kedua perilaku pembelian menunjukkan bahwa 45% responden lebih suka memiliki banyak pakaian dalam lemari mereka. Namun, pakaianpakaian tersebut tetap digunakan secara rutin. Mereka mungkin mengikuti tren mode, tetapi juga memiliki kesadaran untuk memastikan bahwa pakaian yang dimiliki benar-benar digunakan dengan maksimal.
Hasil kedua survei tersebut menyiratkan bahwa masih ada segmen masyarakat yang menghargai keabadian dan nilai jangka panjang dari barang fesyen retro dan timeless. Hal ini menciptakan peluang bagi merek untuk terus merilis produkproduk retro mereka yang dapat memenuhi kebutuhan konsumen yang lebih memilih gaya yang tidak terikat pada tren masa kini.
Tidak hanya produk, strategi retro branding juga dapat dilakukan dalam beragam bentuk, seperti yang dilakukan oleh PUMA dalam kampanyekampanye gaya retro yang merek tersebut luncurkan. Sebagai merek yang berdiri pada tahun 1948, PUMA memandang sejarah panjangnya sebagai modal untuk merangkul konsep retro dalam kampanye mereka. Merek ini, misalnya, melakukan kampanye retro untuk peluncuran Koleksi Sneaker Teveris Nitro.
Dalam kampanye tersebut, PUMA mengangkat kembali gaya berbusana Y2K yang popular digunakan pada tahun 2000-an, menghadirkan nostalgia masa lalu. “Acara peluncuran pun kami lakukan di sebuah bowling alley, dengan dekorasi serta aktivitas yang sesuai dengan tema Y2K tersebut,” ungkap Anindita Sosrodimulyo, Senior Executive, Marketing, PUMA Indonesia.
Anindita juga menyampaikan bahwa strategi ini dilakukan karena PUMA melihat bahwa tren masa lampau mendapatkan popularitas dalam beberapa tahun terakhir. Ini menjadi kunci untuk menarik perhatian konsumen, baik yang lebih senior yang mengingat tren masa lalu dengan nostalgia, maupun generasi muda yang tertarik dengan tren klasik yang diangkat kembali.
Strategi retro branding yang dilakukan PUMA juga disesuaikan dengan tempat di mana kampanye dilakukan, dan pada konteks ini adalah Indonesia. Contohnya, dalam pembukaan flagship store terbesar PUMA di Indonesia, merek ini berupaya untuk membawa tema Jakarta pada tahun 80-an.
“Mulai dari dekorasi, seperti Bajaj yang populer pada masa itu, camilan tahun 80-an, hingga komponen-komponen visual dalam aset-aset promosi kami yang menyesuaikan dengan tema tersebut untuk benar-benar menghadirkan konsep kampanye yang hyperlocal,” jelas Anindita.
Anindita mengungkap, tujuan dari strategi yang dilakukan PUMA ini tidak lain adalah untuk menggaet lebih banyak segmen masyarakat melalui komunikasi yang unik, relevan, dan dekat dengan keseharian konsumen. Merek ini ingin mempromosikan produknya dengan cara yang kreatif, interaktif, dan memorable. Oleh sebab itu, elemen-elemen seperti lokalisasi kampanye dan penggunaan elemen retro lokal menjadi kunci dalam mencapai tujuan ini.
“Kami akan membawa kembali model lama unggulan PUMA yang disesuaikan dengan tren masa kini sehingga lebih modern dan relevan,” tutur Anindita.
Dengan strategi retro branding yang terukur dan terintegrasi, PUMA menjadi merek yang menghadirkan pengalaman berbelanja yang tak terlupakan. Memperlihatkan bahwa menggabungkan nostalgia dengan inovasi adalah kunci sukses dalam dunia pemasaran modern.
Keabadian dalam Desain
Tidak hanya PUMA, EIGER, merek yang berdiri sejak tahun 1989 ini juga sukses mengadopsi strategi retro branding. Sejak didirikan hampir empat dekade lalu, EIGER telah menjadi ikon dalam dunia perlengkapan petualangan di Indonesia. Dengan fokus pada produk gunung dan kegiatan luar ruangan, EIGER telah membangun citra sebagai merek yang kuat dan andal.
Meskipun telah berjalan selama 35 tahun di Indonesia, EIGER tetap setia pada desain dasar produknya. Mayoritas konsumen merek ini berusia di atas 30 tahun, dan mereka cenderung mementingkan barang yang awet, tahan lama, dan berkualitas. Oleh sebab itu, desain tas gunung dan produk luar ruangan lainnya dari merek ini tidak mengalami perubahan yang signifikan selama beberapa dekade.
“Kami telah menetapkan diri sebagai merek yang memproduksi produk “timeless“. Barang-barang EIGER dirancang untuk awet, kuat, dan tetap fungsional selama bertahuntahun. Penggunaan bahan berkualitas tinggi dan standar produksi yang ketat menjadi dasar dari reputasi kami sebagai merek yang dapat diandalkan,“ jelas Shulhan Syamsur Rijal, Public Relations EIGER.
Namun demikian, merek ini memahami bahwa untuk tetap relevan dengan pasar, yang saat ini semakin didominasi oleh generasi muda yang senang berpetualang, harus ada inovasi yang dilakukan pada produknya. Oleh sebab itu, setiap ada perilisan produk terbaru yang dilakukan merek ini secara konsisten, mereka terus menambahkan fiturfitur baru, desain yang lebih modern, warna-warna baru, dan memperbarui produk mereka sesuai dengan permintaan konsumen. Meskipun demikian, merek ini masih menjaga elemen retro pada produk tersebut.
“Produk EIGER memiliki pakem dari dulu yang tetap diikuti hingga saat ini, terutama dalam kategori mountaineering. Namun demikian, agar tetap relevan, sembari menjaga elemen retro, produk-produk kami terus diperbaiki dan diperbarui untuk memenuhi tren terkini, standar teknologi dan keamanan terbaru,“ kata Rijal.
Ke depannya, EIGER terus bekerja pada pengembangan produk-produk baru yang mempertahankan inti desain mereka. Melalui kolaborasi dengan komunitas merek ini, dan mendengarkan feedback konsumen, merek ini berupaya untuk terus berinovasi dan memenuhi kebutuhan pasar.
Dengan retro branding, EIGER berhasil menggabungkan desain klasik dengan inovasi produk yang tidak hanya timeless tetapi relevan dengan pasar yang cepat berubah.
Kami akan membawa kembali model lama unggulan PUMA yang disesuaikan dengan tren masa kini biar lebih modern dan relevan
Anindita SosrodimulyoSenior Executive, Marketing, PUMA Indonesia