Skip to content

The Art of Retro Branding

The Art of Retro Branding , Sentuhan nostalgia dan vintage menjadi elemen dalam aktivasi retro branding. Penerapannya bisa beragam, dari produk, kampanye pemasaran hingga film. Seperti apa?

Jika melihat daftar most viewed di YouTube per Desember 2023, Bohemian Rhapsody tidak masuk dalam daftar 10 besar. Tapi ini adalah lagu dari era 1970- an, lebih tepatnya diciptakan pada tahun 1975, sebelum Co-Founders Youtube Steve Chen, Chad Hurley dan Jawed Karim dilahirkan. Sementara, Despacito-nya Luis Fonsi atau Shape of You milik Ed Sheeran hingga See You Again-nya Wiz Khalifa yang ada dalam 10 besar adalah lagu yang muncul di era ketika YouTube semakin populer di dunia,

Bohemian Rhapsody menjadi lagu era tahun 1970-an yang pertama masuk dalam daftar yang views-nya di atas satu miliar. Padahal saingan lagu-lagu era 1970-an yang sebetulnya tetap populer di era sekarang juga cukup banyak. Lagu-lagu ABBA seperti Mamma Mia adalah lagu yang muncul di tahun yang sama dengan Bohemian Rhapsody.

Lebih istimewa lagi, Mamma Mia menjadi judul Broadway Musical Show. Pertunjukkan ini jadi salah satu yang terlaris hingga dipentaskan bukan hanya di sejumlah kota di Amerika Serikat tapi juga di Eropa, Asia dan Australia. Selain dalam bahasa Inggris, Mamma Mia Broadway Musical Show juga dipentaskan dalam bahasa Jerman, Mandarin dan Korea. Selain itu lagu-lagu ABBA, tidak hanya Mamma Mia, juga menjadi lagu yang dinyanyikan para peserta talent show dari berbagai dunia selama beberapa tahun terakhir.

Meskipun demikian, sejauh ini belum ada satu pun lagu ABBA yang masuk dalam daftar views lebih dari 1 miliar. Padahal sudah didukung dengan Broadway Musical Show dan bahkan musical film yang laris serta berbagai talent show selama beberapa tahun. Selain itu ABBA bahkan membuat lagu dan pertunjukan khusus berbasis artificial intelligence (AI) supaya bisa dapat hype di era di mana AI semakin popular.

Bukan hanya lagu-lagu ABBA era 1970-an yang belum bisa menembus dalam daftar satu miliar views di YouTube, ada pula lagulagunya Bee Gees. Padahal sejumlah lagunya populer untuk disko dan didukung dengan film yang dipopulerkan John Travolta yakni Staying Alive pada akhir tahun 1970-an. Di era sekarang, dimana TikTok dan YouTube Short mulai populer, music dari lagu Staying Alive digunakan sebagai music pengantar shuffle dance yang populer, dan tetap belum bisa membawa lagu terkenal Bee Gees itu dalam daftar satu miliar views.

The Beatles yang jadi fenomena 1960-an, punya banyak lagu yang populer hingga kini. Bahkan, masih ada salah satu penyanyinya yang masih aktif menjadi penyanyi namun juga belum ada yang lagunya masuk dalam daftar 1 miliar views di YouTube. Padahal ada salah satu lagunya yang pernah dinyanyikan oleh salah satu grup band paling populer di dunia pada saat ini, BTS, di salah satu TV Show paling populer di Amerika. Dan, The Beatles, adalah grup musik yang punya unsur huruf B, T, dan S!

    Begitu juga dengan Elvis, fenomena 1950- an dan 1960-an. Penyanyi yang dikenal sebagai The King of Rock & Roll bahkan membuat beberapa film pada tahun 1950-an dan 1960-an. Legenda ini memiliki lagu dan gerakan yang memunculkan sejumlah peniru di berbagai negara selama puluhan tahun. Pada tahun 2022 bahkan muncul biopic film dengan judul Elvis yang menggambarkan perjalanan kariernya.

    Michael Jackson, salah satu fenomena 1980-an yang populer bukan hanya lagulagunya tapi juga tariannya juga belum bisa tembus views satu miliar di Youtube. Padahal gerakan tarian yang diciptakan seperti di lagu Beat It dan Thriller begitu khas dan mengilhami munculnya banyak orang dari berbagai penjuru dunia yang meniru gerakan dan pakaian ala Michael Jackson, baik ketika Michael Jackson masih hidup atau ketika yang bersangkutan sudah meninggal dunia. Selain itu ada sejumlah flashmob yang populer di YouTube yang berbasiskan lagu-lagu Michael Jackson.

    Lalu apa yang membuat Bohemian Rhapsody bisa fenomenal? Salah satu faktornya adalah biopic film Bohemian Rhapsody. Ini adalah sebuah film berbasis Retro Branding dengan PDB yang solid.

    Film Bohemian Rhapsody yang muncul pada tahun 2018 ini beda dengan film yang diambil dari grup musik lainnya. Sebelum film itu ada film Mamma Mia yang muncul pada tahun 2008 dan berbasis lagu-lagu ABBA dengan plot cerita serupa dengan Broadway Musical Show-nya. Kemudian ada versi retronya yang muncul di tahun 2018. Hanya saja, konteks retronya sempit karena menyangkut Eropa di tahun 1970-an yang tentu saja membatasi jumlah orang yang punya kenangan di masa itu.

    Film Yesterday yang berbasis lagu-lagu The Beatles dibuat pada tahun 2019 sebetulnya mencoba meniru jejak Bohemian Rhapsody dengan menggunakan aktor non Caucasian sebagai pemeran utama, dan kebetulan berasal dari India. Sebagaimana diketahui penyanyi grup Queen dan penulis utama lagu Bohemian Rhapsody, Freddie Mercury adalah imigran di Inggris asal anak benua India, dan orang tuanya masih lekat dengan tradisi negeri leluhur. Meski di Inggris banyak imigran asal anak benua India, tapi tidak ada satu pun anggota grup The Beatles yang berasal dari anak benua India.

    Meskipun demikian, bukan berarti tidak ada kaitan sama sekali antara The Beatles dengan India. Pada tahun 1968, meski sedang di puncak ketenaran dan masih merupakan grup yang utuh, The Beatles pernah pergi ke India dan melakukan apa yang dikenal sebagai Transcendental Meditation di Ashram yang didirikan Maharishi Mahesh Yogi. John Lennon dan George Harrison bahkan sampai menjadi semacam ambassador untuk Maharishi.

    Di sisi lain, meditasi adalah tren yang sekarang mengglobal. Kalau saja penulis skenario film Yesterday mau mempertimbangkan perjalanan spiritual The Beatles tersebut, maka bukan hanya bisa menyediakan konteks yang pas buat aktor asal anak benua India tapi juga sebuah retro branding yang menarik. Meditasi yang kini populer di berbagai penjuru dunia bisa menemukan akar sebagai sebuah pop culture, baik dalam versi vintage atau modern dan tetap bisa memasukkan The Beatles sebagai daya tarik cerita.

    Biopik Elvis sebetulnya menarik karena membuka mata dunia akan isu-isu sosial yang sekarang menjadi diskursus di Amerika yang ternyata telah dipraktekkan Elvis tanpa banyak gembar-gembor. Mulai dari hubungan kaum konservatif dan liberal, hubungan antara etnis kulit hitam dan kulit putih hingga ke hubungan antara artis dan fansnya. Lagu-lagu terkenal Elvis menjadi bagian pelengkap yang menarik dari film tersebut.

    Hanya saja, film Elvis tidak sesukses film Bohemian Rhapsody atau bahkan Mamma Mia. Cerita mengenai bagaimana Elvis punya hubungan yang bagus antar etnis di era ketika segregasi sosial masih kuat bisa dikatakan tidak diketahui banyak orang. Bahkan gaya menyanyi Elvis yang menurut film dikeluhkan kaum konservatif, juga tidak diketahui banyak orang. Dus, membatasi relevansi vintage yang ikonik pada masanya dengan konteks era sekarang.

    Queen dan Bohemian Rhapsody bagaimanapun juga punya modal yang berbeda. Jika Elvis Presley meninggal karena ada faktor ketergantungan pada narkoba, maka Freddie Mercury meninggal karena penyakit AIDS yang di tahun 1980-an masih susah untuk proses pengobatan. Kebetulan pula, penyakit AIDS itu pada awalnya disebut Gay Related Immune Deficiency (GRID) karena banyaknya komunitas gay yang terjangkit penyakit tersebut.

    Di sisi lain, meski rumor di tahun 1980-an bahwa Freddie Mercury adalah bagian dari komunitas gay, tapi tidak ada upaya penolakan terhadap dia dan grup musik Queen di masa itu. Apalagi dia dan grup musik Queen menjadi salah satu bintang utama Live Aid di Juli 1985, konser musik untuk penggalangan dana bagi kaum miskin Afrika, yang dikenal sebagai milestones upaya fundraising di tingkat dunia. Di era sekarang pengakuan dan penerimaan terhadap kaum gay dan berbagai upaya fundraising untuk kegiatan sosial harus diakui kian meluas di berbagai belahan dunia.

    Itulah sebabnya Bohemian Rhapsody bukan hanya aspek vintage tapi juga ada relevansi dengan kondisi sekarang. Ini adalah salah satu aspek penting dalam seni menjalankan Retro Branding. Aspek penting lain bisa masuk ke sebuah segmen yang masih cukup besar sizenya dan punya daya beli.

    Inilah yang misalnya dilakukan oleh Ford yang punya sub brand Mustang yang sudah lintas berbagai generasi. Ketika diciptakan di tahun 1960-an mobil ini menjadi bagian budaya silent generation dan baby boomers di Amerika. Melalui berbagai modifikasi, Ford Mustang ternyata bisa diterima oleh Gen X, Y dan Z, di mana model vintage menjadi unsur yang dibicarakan lintas generasi.

    Yang menarik, ketika industri mobil mulai menyambut electric vehicle (EV), Ford ternyata memutuskan menggunakan nama Ford Mustang. Aspek vintage dalam sub brand Mustang, maupun ciri khas model Mustang di mata manajemen Ford menjadi aspek penting untuk menarik loyalis Ford. Terutama di era ketika muncul merek baru berbasis EV seperti Tesla atau merek-merek mobil EV asal Tiongkok. Loyalis Ford, khususnya Ford Mustang, besar jumlahnya dan mereka punya daya beli tinggi.

    Inilah yang terlihat pada penjualan mobil EV di Amerika. Ford Mustang masuk dalam 4 besar merek paling laris. Jelas sebuah penerapan retro branding yang menarik.

    Bohemian Rhapsody bukan hanya aspek vintage tapi juga relevansinya dengan kondisi sekarang. Ini salah satu aspek penting dalam Retro Branding

    Leave a Reply

    Your email address will not be published. Required fields are marked *